Probolinggo,cakramedianews.com- Kasus dugaan penganiayaan brutal yang menimpa Suarni (43), seorang janda dan pekerja rumah tangga di Dusun Krajan, Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, kini menjadi sorotan tajam.

Setelah delapan bulan laporan resmi dibuat, keadilan bagi Suarni masih ‘samar’ dan tersangka, yang diduga adalah warga negara asing (WNA) bernama Mr. Cui, pemilik Hotel Villa88, belum juga ditetapkan.

Suarni melaporkan dugaan penganiayaan ke Unit PPA Polres Probolinggo, lengkap dengan hasil visum et repertum dan keterangan saksi. Penganiayaan ini terjadi setelah ia dituduh mencuri uang dan perhiasan senilai Rp40 juta tanpa bukti yang jelas.

“Saya langsung dipukul pakai asbak, vas bunga, motor – motoran, tangan, dan diinjak-injak di perut sampai terkencing-kencing,” ungkap Suarni lirih saat audiensi di DPRD Kab Probolinggo, Luka fisik dan trauma kini jadi saksi bisu.

Penanganan yang lambat ini telah mengubah kasus Suarni menjadi simbol perlawanan rakyat kecil terhadap ketimpangan hukum di Indonesia. Suara lirihnya dari lereng Gunung Bromo menggema, menuntut keadilan di tengah keterbatasan dan dugaan kekuasaan yang dimiliki pihak terlapor.

Menanggapi mandeknya kasus ini, Kasat Reskrim Polres Probolinggo, AKP Putra Adi F., berjanji akan segera melaksanakan gelar perkara, Ketika didesak mengenai lamanya penanganan hingga delapan bulan, AKP Putra Adi menjelaskan.

“Delapan bulan karena kami harus melengkapi dan memperkuat alat bukti. Saksi pada saat kejadian sangat minim, jadi kami perlu memperkuat bukti pra dan pasca kejadian.”

Merasa keadilan terabaikan, Suarni bersama Aliansi Aktivis mendatangi Komisi I DPRD Kabupaten Probolinggo. Audiensi ini membuahkan janji tegas dari wakil rakyat.

Anggota Komisi I DPRD Probolinggo, Muchlis, menilai kasus ini “aneh” karena berjalan di tempat, Ia menegaskan bahwa DPRD akan mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Kami akan pastikan sejauh mana proses ini berjalan di kepolisian. Jika terbukti mandek tanpa alasan, kami akan panggil langsung pihak Polres,” tegas Muchlis, memberikan tenggat waktu bagi kepolisian.

Muchlis menambahkan, “Tidak boleh ada keadilan yang dipinggirkan hanya karena pelakunya orang asing atau punya modal besar,” menutup pintu bagi dugaan intervensi dan memastikan hukum harus berpihak pada rakyat kecil.

Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Okka Mahendra, juga menginstruksikan Komisi I untuk menyerap aspirasi korban dan mendesak aparat agar menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

“Negara harus hadir melindungi rakyat kecil yang teraniaya, apalagi oleh WNA,” kata Okka

Suarni masih berjuang, Ia tak sekadar mencari pembalasan, tapi menuntut pengakuan bahwa hukum di negeri ini masih berpihak pada rakyat. ( Fabil )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *